Otobiografi Singkat Irwan Effendi - Pendiri BioSCent
Karena BioSCent adalah suatu perusahaan riset di bidang Bioenergi, kami berpendapat bahwa adalah penting bagi publik untuk mengetahui seperti apa riwayat kehidupan pendiri kami yang juga merangkap sebagai peneliti utama kami, agar memahami bahwa layanan-layanan yang kami tawarkan adalah hasil dari akumulasi perjuangan gigih serta penelitian serius berbasis ilmiah.
Berikut ini adalah otobiografi singkat yang ditulis oleh pendiri kami:
Awal Mengaktifkan Energi
Saya lahir di Padang - Sumatera Barat - tahun 1973
Sedari kecil saya menderita berbagai penyakit, dimulai dari leher terlilit tali pusar pada saat kelahiran (kata ortu), tertular TBC pada usia 2 tahun (kata ortu juga) dan ternyata saya menderita penyakit kelemahan genetik, yakni Cystic Fibrosis (baru saya ketahui namanya di tahun 2021).
Gabungan kedua penyakit itu menghasilkan radang pada telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) yang efektifnya berlangsung nyaris tanpa jeda pada saya hingga tahun 1995, ditambah penyakit musiman lain seperti demam berdarah, cacar air, dsb.
Di tahun 1983 saya pertama kali mengalami mati suri akibat tenggelam beberapa menit di kolam, yang mengakibatkan saya mengalami Near Death Experience (NDE) dan mendapatkan flashback kejadian-kejadian yang dikemudian hari saya ketahui berasal dari kehidupan yang dialami oleh Atman (esensi keberadaan di balik roh) saya pada inkarnasi sebelum ini.
Di tahun 1990 saya berangkat untuk kuliah di California, USA, jurusan Electronic & Electrical Engineering dan masalah THT saya menjadi lebih parah dibandingkan biasanya karena udara dingin sewaktu musim dingin.
Saya berusaha mengatasi rasa sakit dari kuping saya yang berdarah dengan mencoba-coba mengumpulkan energi dan berhasil menghentikan pendarahan dan meredam rasa sakit hingga bisa beraktifitas normal.
Selain itu saya juga menemukan bahwa energi tersebut membuat saya dapat beraktifitas tanpa kedinginan di suhu udara 4 derajat celcius, walau hanya mengenakan t-shirt.
Baru bertahun-tahun kemudian saya sadari bahwa waktu itu saya pertama kali berhasil mengaktifkan Kundalini saya.
Flashback-flashback yang saya alami membuat saya penasaran dan mencari tahu, apa sebenarnya yang terjadi.
Saya kemudian menemukan beberapa referensi tentang reinkarnasi serta rekaman kehidupan masa lalu. Dari situ saya mulai mencoba mencari cara-cara untuk dapat melihatnya dan berhasil mengalami kemajuan walau sedikit-sedikit saja.
Ini berlangsung hingga tahun 1999 ketika saya akhirnya bertemu dengan orang yang memicu terbukanya akses dan membuat saya bisa melihat seluruhnya secara lengkap.
Di kemudian hari saya baru paham bahwa rekaman kejadian itu berbentuk energi dan kemampuan untuk melihatnya disebut sebagai Clairvoyance.
Jika anda ingin membaca lebih detail tentang pengalaman saya melatih diri hingga mampu membangkitkan energi dan kemudian mampu melihat energi, silahkan membacanya di https://clairvoyance-id.blogspot.com/2017/03/
Tahun 1993 saya kembali ke Indonesia dengan status berhenti kuliah separuh jalan karena masalah keuangan.
Tahun 1994 saya menikah.
Awal tahun 1995 saya pertama kali kena demam Typhoid (di Indonesia biasa disebut tipes), yang sejak itu kambuh 2-3 kali setahun hingga tahun 2019.
Tahun 1996 putra pertama lahir, 1998 putra kedua, 2002 putri pertama, 2004 putra ketiga.
Mengenal Reiki dan Kundalini
Tahun 1997, kakak saya Irmansyah Effendi kembali dari Australia, yang mana dia beserta keluarganya bermigrasi ke sana.
Ia memperkenalkan tentang Reiki dan Kundalini ke orangtua kami dan mengajak mereka untuk ikut mengadakan lokakarya.
Kira-kira setahun kemudian, terjadi perselisihan antara mereka dan akhirnya kakak saya jalan sendiri dengan mendirikan Padmajaya sementara orangtua kami (Tjiptadinata Effendi dan Roselina) mendirikan Waskita Reiki.
Tahun 1998 dan 1999, saya membantu orangtua saya mengatur administrasi acara lokakarya mereka dan memperbaiki kualitas materi dengan merasionalisasikan materi-materi yang saya anggap terlalu bersifat kebatinan, tapi saya sama sekali tidak pernah ikut inisiasi Reiki karena saya tidak sreg dengan gaya inisiasinya yang menggunakan semacam upacara dan berbagai ketentuan yang harus diikuti.
Selain itu, saya menemukan bahwa saya juga bisa mengalirkan energi yang sama sifatnya seperti yang mereka sebut sebagai Reiki walau tidak stabil.
Tahun 2000, saya mulai fokus mengajar sebagai trainer Webmaster (pembuatan website) dan jarang terlibat dengan kegiatan Reiki.
Tahun 2004 saya efektif pisah dari mantan istri, walau baru resmi bercerai beberapa tahun kemudian.
Tahun 2005, putri saya meninggal karena tumor otak. Saya frustasi karena merasa tidak bisa mengusahakan apapun yang berarti untuk menyelamatkan dirinya.
Tahun 2007, putra pertama saya kepalanya terbentur dan benjol lumayan besar. Takut jika didiamkan akan menjadi masalah besar, saya berusaha mengalirkan energi ke benjolannya dan ternyata bisa kempes total dalam waktu kurang dari 3 jam, walau sebagai efek sampingnya, kepalanya bermandi peluh.
Disitu saya sadar bahwa terapi dengan energi mungkin memang bermanfaat, hanya saja selama ini cara-cara yang dilakukan di Reiki mungkin tidak tepat atau ada masalah lain.
Memulai Penelitian di Bidang Bioenergi
Kebetulan di tahun 2007 itu, pamor Reiki di Indonesia sudah mulai meredup. Lokakarya Reiki yang tadinya rata rata diikuti oleh 100 orang lebih, telah menyusut drastis menjadi 20-30 orang saja. Saya minta ikut orangtua saya keliling untuk mencari tahu apa sebabnya.
Ternyata penyebab utamanya adalah kenyataan bahwa sangat banyak keluhan peserta yang diabaikan.
Jumlah peserta lokakarya Reiki yang berhasil sembuh dari penyakit mereka hanya sekitar 2 persen, namun karena yang 2 persen itu cenderung vokal dan juga di”corong” kan di acara-acara, maka kesan yang ditimbulkan adalah bahwa Reiki itu ajaib.
Bagaimana dengan yang 98 persen? Mereka biasanya disarankan untuk “naik tingkat”, ikut lokakarya lagi, dan kalau sudah tingkat 3 (personal master) belum sembuh juga, mungkin “Tuhan belum mengijinkan”.
Untuk mempermudah penyelidikan tentang masalah ini, karena ayah saya kebetulan juga menjabat sebagai ketua umum Asosiasi Reiki Seluruh Indonesia (ARSI), maka dibentuklah bidang Penelitian dan Pengembangan, yang sebelumnya tidak ada, dengan saya sebagai satu-satunya anggota merangkap ketua bidang itu.
Setelah saya mengumpulkan informasi, saya menemukan bahwa masalah pengabaian keluhan tersebut dialami oleh semua yayasan Reiki yang tergabung dalam ARSI, dan bahkan juga oleh kelompok lain yang tidak bergabung.
Para praktisi Reiki dengan mudah sekali mengklaim “banyak yang sembuh” tanpa membuat rekam data apapun dan jika ditanyakan detailnya tidak bisa menjawab, sementara rata-rata klien yang dihubungi mengatakan bahwa terapi Reiki memang membuat mereka merasa lebih nyaman, tapi biasanya kambuh dalam 1-2 hari, bahkan ada yang kambuh di hari yang sama.
Berdasarkan fakta ini, saya menyimpulkan bahwa pada dasarnya banyak klaim yang dibuat sehubungan dengan Reiki adalah klaim tanpa bukti (overclaim). Namun saat itu saya tidak memiliki cukup pengetahuan ataupun kemampuan untuk melakukan penelusuran secara ilmiah, dan masalah terbesar yang harus dicari solusinya adalah penurunan omzet.
Saya kemudian menawarkan untuk mengajarkan teknik Clairvoyance di Waskita Reiki dan disetujui.
Dari kegiatan mengadakan pelatihan Clairvoyance inilah saya kemudian mengetahui dan menyimpulkan bahwa energi yang digunakan pada saat menggunakan metoda Clairvoyance, serta energi yang saya gunakan pada saat menerapi kepala putra saya yang benjol, adalah energi Kundalini, bukan Reiki.
Bagi anda yang ingin tahu cara membangkitkan sendiri Kundalini anda, dapat membaca ebook “Membangkitkan Kundalini Tanpa Master - edisi ketiga” yang tersedia juga berbagai toko buku daring.
Saya juga meneliti tentang Gtumo dan bagaimana sebenarnya Gtumo itu diaktifkan, lalu saya membuat materi pelatihannya untuk diajarkan di Waskita Reiki
Menjadi Pelatih dan Terapis
Mulai 2009 saya kemudian juga mengadakan pelatihan Kundalini di Waskita Reiki, yang awalnya saya harus bersusah payah sampai mandi keringat hanya untuk sekedar mengaktifkan Kundalini seseorang dan mendorongnya naik sekitar 2-3 cm.
Bahkan sewaktu ada 14 peserta sekaligus, setelah pelatihan selesai saya harus dipapah oleh bellboy untuk dapat kembali ke kamar hotel.
Setelah melalui berbagai peristiwa, saya akhirnya berhasil menaikkan Kundalini saya, namun Kundalini saya hanya mentok di batang otak, tidak tembus ke atas ubun-ubun dan saya tidak mengalami menjadi sakti seperti yang sering dikisahkan di buku-buku yang membahas tentang Kundalini.
Mulai timbul keraguan saya tentang isi berbagai buku tersebut, apakah para penulis buku-buku tersebut bahkan tahu tentang apa yang mereka tulis?
Ketika saya kemudian mengalami proses evolusi Kundalini, saya semakin meragukan mereka dan melakukan penelusuran, lalu menemukan bahwa hampir semua buku modern tentang Kundalini ditulis oleh orang-orang yang tidak mengalami sendiri dan hanya menulis berdasarkan apa yang mereka baca dari buku orang lain.
Parahnya, buku mereka dibaca oleh orang lain yang lalu menulis buku lagi. Jika anda ingin tahu proses evolusi Kundalini, anda dapat membaca ebook “Mengevolusikan Kundalini Tanpa Master - edisi kedua” dan “Rahasia Mencapai Kundalini Fase 32” yang tersedia juga berbagai toko buku daring.
Tahun 2011 saya menikah dengan istri yang sekarang. Selain itu saya juga mengadopsi (secara informal) beberapa putri angkat, sehingga saat ini saya sudah memiliki beberapa cucu lewat mereka.
Menyusun Body of Knowledge
Tahun 2014, saya mewakili ARSI menghadiri rapat organisasi profesi penyehat tradisional di Kementerian Kesehatan dan semua organisasi diwajibkan membuat Body of Knowledge (BoK) untuk modalitasnya.
Dengan pengetahuan dan kemampuan yang sudah memadai, tugas yang diberikan tersebut menjadi landasan bagi saya untuk mengadakan beberapa studi ilmiah untuk memastikan apa sebenarnya Reiki, Kundalini, dan Gtumo jika didefinisikan secara ilmiah.
Tidak ada satupun dari beberapa studi tersebut yang dipublikasikan di Jurnal ilmiah karena pertimbangan para pengurus ARSI, akan tetapi berdasarkan hasil-hasil yang didapatkan, ARSI sepakat mengadopsi istilah yang lebih teknis, yakni Bioenergi.
Istilah Reiki tetap digunakan dalam konteks historis, namun pendefinisian “Reiki adalah energi alam semesta” tidak mungkin digunakan dalam BoK karena toh semua jenis energi adalah energi alam semesta
Berdasarkan hasil studi, Reiki dialihnamakan sebagai Bioenergi Sistem Saraf, energi Kundalini dialihnamakan sebagai Bioenergi Sistem Reproduksi, dan Gtumo sebagai Bioenergi Sistem Peredaran Darah. Body of Knowledge ini dapat anda baca di “Bioenergy Services Body of Knowledge versi 1”.
Penelitian Tingkat Lanjut
Tahun 2016 saya mendirikan sebuah perusahaan untuk memfasilitasi penelitian-penelitian yang saya lakukan dan menjual hasilnya diluar sebatas pelatihan. Saya menemukan metoda untuk memperbaiki kerusakan disc pada kasus HNP, meluruskan kaki X / kaki O, meluruskan skoliosis ringan, dan bahkan menambah tinggi badan 2-3 cm dengan menumbuhkan tulang paha dan tungkai, semuanya dalam waktu yang sangat singkat.
Kemudian saya melanjutkan mengembangkan penanganan penyakit dalam, terutama kerusakan pada lambung, paru-paru dan jantung.
Akhir tahun 2018 saya mengalami gejala drop mendadak dan gusi saya mulai berdarah.
Di tahun 2019 saya berusaha menelusuri penyebabnya namun tidak berhasil menemukan, sehingga saya mulai khawatir tentang batas usia saya dan mulai menulis berbagai ebook dengan harapan pengetahuan saya tidak hilang begitu saja.
Saya juga mencoba mengadakan Legacy Project yang pertama tapi tidak berhasil, karena orang-orang yang mendaftar kekurangan keseriusan dalam menjalankan apa yang ditugaskan.
Tahun 2019 itu saya juga memutuskan untuk kuliah di jurusan “Health Science”, selain untuk menambah pengetahuan, juga agar saya dapat mempublikasikan sendiri hasil-hasil penelitian saya.
Setelah melakukan berbagai penelusuran, akhirnya saya mengetahui bahwa yang saya alami adalah peningkatan produksi Biolistrik statis secara berlebihan.
Peningkatan produksi Biolistrik statis berlebihan di satu sisi menghasilkan dampak positif, yakni membuat saya tidak akan tertular penyakit lewat udara, sehingga penyakit batuk musiman yang biasanya kambuh setiap tahun tidak kambuh lagi, dan saya juga tidak tertular COVID-19, yang bisa berakibat fatal untuk saya karena mengidap Cystic Fibrosis. Selain itu demam typhoid yang biasanya juga kambuh 2-3 kali setahun juga tidak kambuh lagi.
Namun dampak negatifnya membuat saya mengalami kondisi yang dikenal sebagai Polycythemia Vera (PV) secondary, yakni sejenis kanker darah, karena Biolistrik statis yang berlebihan itu membuat sel darah merah saya mati jauh lebih cepat.
Untuk mengkompensasikan kondisi itu, tubuh saya memproduksi sel darah merah berlebihan, membuat Haemoglobin saya melonjak menjadi 18, bahkan lebih (normal laki-laki maksimal 15).
PV ini tidak hanya mengakibatkan gusi saya membengkak dan berdarah setiap hari, namun juga membuat saya mengalami mati suri berkali-kali, yang awalnya saya menghitung tapi terus berulang sehingga saya berhenti menghitung pada hitungan ke 26.
Dalam mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut, saya beberapa kali mencoba mengurangi produksi Biolistrik statis di tubuh saya, bahkan pernah mencoba mengembalikannya ke tingkat normal, namun setiap saya menguranginya, batuk musiman saya mulai kambuh.
Bahkan ketika saya nekad mencoba mengembalikannya ke tingkat normal, batuk musiman saya kambuh dengan parah dan demam thypoid saya juga mulai bergejala akan kambuh.
Walau hanya dinormalkan 2 hari, batuk yang kambuh baru berhenti setelah 2 bulan dan selama 2 bulan itu saya merasa bahkan lebih menderita dibandingkan dengan drop dan mati suri berkali-kali selama berbulan-bulan, karena setidaknya pada kondisi drop saya masih bisa tidur, sedangkan pada kondisi batuk kambuh, saya tidak bisa tidur karena selalu tersentak bangun akibat batuk.
Saya lalu mengadakan proyek penelitian dan mencari investor agar dapat memanfaatkan kondisi tersebut untuk menyembuhkan orang lain. Saya kemudian menemukan bahwa saya bisa mengcopykan peningkatan produksi Biolistrik ini ke tubuh orang lain pada tingkat aman, yang membantu mencegah mereka tertular mikroba lewat udara dan membunuh mikroba jika sudah tertular.
Tidak kurang dari 200 orang yang terkonfirmasi sembuh dalam waktu kurang dari 3 hari setelah melakukan terapi pada diri sendiri menggunakan peningkatan produksi Biolistrik statis di tubuh mereka, hanya saja studinya tidak bermanfaat untuk saya publikasikan karena sama sekali tidak ada “control group”.
Tahun 2021 saya akhirnya menemukan solusi untuk menahan agar kondisi saya bisa relatif stabil walau belum bisa sembuh.
Pengalaman selama 2 tahun berkutat mencari solusi membuat saya sadar bahwa walaupun kesehatan memang salah satu hal utama dalam hidup, namun sehat saja tidak cukup. Kualitas kehidupan memang terutama ditentukan oleh kesehatan, namun banyak hal-hal lain yang juga perlu ditingkatkan agar kualitas hidup bisa meningkat.
Saya kemudian mulai meneliti berbagai hal yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan, sebagian dengan didanai sendiri dan sebagian oleh para investor yang kemudian akan mendapatkan informasi lengkap atas hasil penelitian tersebut.
Hampir seluruh layanan hasil penelitian saya saya jual dengan sistem “boleh coba gratis”, sehingga bisa dipastikan bahwa kalau suatu layanan masih ditawarkan setelah 3 bulan pertama, layanan tersebut sudah terbukti bermanfaat bagi klien dan mereka bersedia membayar untuk itu.
Sementara itu, layanan yang pernah diluncurkan namun selanjutnya tidak ditawarkan lagi, berarti layanan tersebut bermasalah, entah karena kurang diminati, tingkat kepuasan rendah, atau hasilnya tidak konsisten.
Layanan dilakukan secara jarak jauh dan dapat dipesan lewat chat, bahkan orangnya tidak perlu chat saya secara langsung.
Dengan segala hal yang saya alami hingga saat ini, saya menyadari bahwa pada dasarnya semua hal yang ada di alam semesta ini hanyalah energi yang terprogram. Inilah sebabnya saya adalah seorang "Human Programmer".
Asal kita memahami bagaimana cara kerjanya dan mampu mengendalikan energinya, maka kita bisa mengubah program yang ada atau membuat program sendiri, akan tetapi pemahaman ini tidak bisa diperoleh melalui wangsit atau sekedar membaca, melainkan dengan meningkatkan kemampuan setahap demi setahap sehingga akhirnya mampu melakukannya.
Aptitude Unik Saya
Saya memiliki suatu keunikan aptitude yang belum pernah saya temui di orang lain, yaitu pemalas yang persisten.
Setiap kali saya menemukan suatu tugas atau pekerjaan yang harus saya lakukan berulang-ulang, maka saya akan selalu berusaha keras untuk membuat pekerjaan itu menjadi sesederhana mungkin dan dapat saya selesaikan dengan semudah mungkin, dengan hasil semaksimal mungkin.
Ini saya terapkan juga dengan proses pembangkitan Kundalini. Awalnya saya mengembangkan metoda Kundalini combat untuk dengan cepat mendorong Kundalini orang lain hingga ke batang otak, lalu saya mencari cara yang lebih mudah dan sederhana untuk dapat melakukannya dengan lebih cepat, sehingga akhirnya saya memahami bahwa semuanya hanya masalah pemrograman.
Setelah melalui beberapa kali penyederhanaan, pada saat saya membuat tulisan ini saya dapat menaikkan Kundalini orang lain sampai mentok, mengevolusikannya, melakukan terapi, menginstall program layanan, dan banyak hal lainnya, dengan hanya menyentuhkan ujung jari jempol dengan ujung jari telunjuk saya.
Saya juga mampu memberikan otorisasi kepada orang lain agar mereka dapat melakukan sendiri hal-hal tersebut, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain.
Selain itu, saya juga tipe orang yang sangat kompetitif. Jika ada pihak lain menantang saya berkompetisi melakukan sesuatu, yang mana dalam hal tersebut kami berada pada kondisi berimbang, maka saya memiliki kecenderungan besar untuk berusaha all out, hingga mengabaikan masalah keamanan dan hidup/mati untuk memenangkan tantangan tersebut.
Terkadang saya bahkan bisa menantang diri sendiri apabila menemukan suatu tantangan yang menurut saya menarik untuk diselesaikan.
Kecenderungan ini membuat saya berhasil meningkatkan kemampuan saya di bidang bioenergi jauh lebih cepat dibandingkan siapapun, baik yang saya kenal, yang ada di sejarah, maupun yang ada di mitos/legenda.
Itulah gambaran tentang saya, kemampuan saya dan bagaimana saya mencapainya.
Legacy Project 2
Kerisauan yang saya alami sekarang adalah bahwa walaupun saya bisa dengan mudah memberikan otorisasi kepada siapapun untuk dapat melakukan setidaknya 90 persen dari hal yang dapat saya lakukan, namun itu sama saja dengan orang-orang jaman dulu yang hanya mengajarkan murid-muridnya membaca mantra tanpa mengajarkan bagaimana caranya untuk bisa membuat mantra tersebut.
Setelah dia tidak ada, pengetahuan yang sebenarnya pun hilang.
Hingga saat tulisan ini dibuat, jika tidak menerima otorisasi, tidak ada satupun dari murid saya yang kemampuannya bahkan mencapai 10 persen dari yang bisa saya lakukan.
Saya sudah berusaha mengadakan berbagai program bimbingan, namun sejauh ini belum ada yang mampu mengikuti.
Belum lama ini saya berhasil menemukan metoda untuk mengcopy paste skill dari satu orang ke orang lain, dalam konteks program penelitian Mind Power.
Saya memanfaatkan metoda tersebut untuk mengcopykan gabungan skill dari beberapa orang sukses, ke saya sendiri.
Setelah mengcopy kan skill mereka, saya menyadari banyak hal, salah satunya bahwa membimbing suksesor tidak seharusnya berharap untuk menemukan satu orang yang dapat "mewarisi" seluruh kemampuan, melainkan seharusnya berharap bahwa untuk setiap aspek kemampuan minimal ada satu orang yang mampu mewarisinya.
Berdasarkan pemahaman baru tersebut, saya kini mengadakan "Legacy Project 2"