Apakah anda sering merasa tertekan atau terkekang akibat tradisi, budaya dan norma yang berlaku di sekeliling ada, namun anda tidak mengerti sebenarnya apa sebabnya?.
Mungkin anda seorang yang berlatih Kundalini tapi heran mengapa kapasitas energi anda sulit sekali meningkat?
Pahamilah mengapa rasa diskiminasi dalam hati membuat anda terjebak dalam kepalsuan, dan apa hubungan antara diskriminasi dengan energi, terutama energi Kundalini.
Ebook ini ditulis dengan tujuan untuk menjadi panduan bagi anda yang ingin menemukan kebebasan sejati dalam hidup anda. Kebebasan sejati adalah kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang menurut anda baik bagi anda tanpa merasa khawatir terhadap penilaian orang lain dan tanpa takut ancaman dosa atau iming-iming pahala. Kebebasan sejati berarti tidak merasa berkewajiban mengurusi masalah-masalah yang tidak relevan terhadap kehidupan anda hanya karena lingkungan anda menganggapnya relevan. Kebebasan sejati adalah memahami bahwa anda sederajat dengan seluruh alam semesta beserta isinya dan, sebaliknya, seluruh alam semesta beserta isinya sederajat dengan anda.
Non diskriminasi adalah soal rasa, yang dapat dikatakan sebagai mudah-mudah susah. Mayoritas orang pernah mendengar kata diskriminasi sehingga merasa tahu maksudnya dan bagaimana menghilangkannya. Pada kenyataannya, banyak orang yang mendiskriminasi tanpa menyadari. Walaupun kemudian tersadar, hatinya tidak bisa menerima bahwa itu adalah diskriminasi dan tidak bersedia melenyapkannya.
Isi ebook ini sebenarnya adalah gabungan dari materi 3 seminar tentang non diskriminasi, minus hasil tanya jawab dengan peserta. Selain itu, ebook ini dilengkapi dengan kumpulan monolog-monolog yang akan membantu anda merenungkan dan menyadari dalam hal apa rasa diskriminasi yang masih anda simpan. Semoga anda berhasil membebaskan hati dari rasa diskriminasi dan meraih kebebasan sejati.
Bagi anda yang membeli ebook ini, berhak mendapatkan bonus satu kali layanan penghapusan matriks energi “tanduk diskriminasi”. Penting dipahami bahwa layanan ini tidak serta merta membuat seluruh tanduk diskriminasi anda hilang secara permanen, akan tetapi untuk saat itu akan berkurang secara sangat signifikan. Jika setelahnya anda dapat menjaga rasa di hati anda untuk tidak lagi mendiskriminasi, maka hasilnya akan awet. JIka anda tidak dapat menjaganya, maka begitu emosi anda terpancing, matriks akan tumbuh kembali saat itu juga.
Bagi anda yang telah membaca ebook “Rahasia Mencapai Kundalini Fase 32 dan ingin berusaha mencapai evolusi Kundalini fase 32, disarankan untuk mengambil bonus upgrade ke fase 29 trueform yang ditawarkan di ebook itu secara berbarengan dengan bonus ini agar memperbesar kemungkinan anda untuk mempertahankannya.
Untuk mengklaim bonus ini, kirimkan bukti pembelian ke WA +62 812 959 2695 atau email ingxiong@gmail.com . Jika setelah lewat 48 jam tidak mendapat balasan dari penulis, anda dapat menghubungi pengelola ebook, bu Stephy, WA +62 878 8308 3212
Batas waktu klaim adalah 6 bulan dari waktu anda membeli ebook ini.
Jika dilontarkan pertanyaan, “Siapa yang suka didiskriminasi?” sudah hampir pasti tidak ada yang mengaku suka. Anehnya, banyak yang suka jika dirinya dikultuskan. Bahkan, sebagian orang dengan sengaja mengatur skenario agar dikultuskan oleh para pengikutnya.
Keanehan ini terjadi karena mayoritas orang berpikir bahwa didiskriminasi itu pengertiannya adalah direndahkan atau dikurangi haknya jika dibandingkan dengan orang lain. Padahal, diskriminasi itu berlaku dua arah. Jika anda menganggap diri sendiri lebih tinggi, otomatis anda menganggap yang lain lebih rendah; jika menganggap yang lain lebih tinggi, maka otomatis anda menganggap diri sendiri lebih rendah.
Manusia tidak terlahir dengan rasa diskriminasi. Bayi yang baru lahir tidak peduli siapa yang mendekatinya. Jika yang mendekatinya bersikap menyenangkan, dia akan tenang atau tertawa. Jika bersikap mengganggu, dia akan menangis atau marah. Setelah mulai besar dan mengerti berkomunikasi, barulah dia belajar atau diajari melakukan diskriminasi.
Pada umumnya, pelajaran diskriminasi paling awal yang diajarkan orang tua kepada anaknya adalah bahwa derajat manusia lebih tinggi daripada binatang. Pelajaran diskriminasi berikutnya adalah soal beragama bahwa manusia itu ciptaan tuhan dan, oleh karena itu, derajat manusia berada di bawah tuhan. Sebenarnya, tidak masalah jika hal ini diajarkan sebagai suatu konsep yang kebenarannya masih harus ditelusuri sendiri. Tapi, hal ini biasanya diajarkan sebagai suatu kebenaran mutlak yang harus diterima tanpa bertanya, dan itulah yang membuat si anak merasa derajatnya lebih rendah.
Pembedaan derajat ini membuat manusia, sedari sangat kecil, sudah diarahkan untuk membatasi ruang pandangnya. Si anak diajarkan untuk mengabaikan binatang lain karena manusia lebih sempurna daripada mereka, dan jangan mempertanyakan tuhan karena lebih sempurna daripada manusia.
Pendidikan diskriminatif tidak sebatas konsep agama saja. Ketika si anak masuk sekolah, ia diajarkan tentang teori evolusi yang mengatakan bahwa kehidupan telah berlangsung sekian juta tahun, dan bagaimana hal itu dibuktikan dengan peralatan-peralatan canggih serta metode ilmiah. Tentu saja, mengajarkan hal tersebut juga tidak masalah jika diajarkan sebagai suatu teori yang tidak bisa dibuktikan secara faktual. Sayangnya, biasanya hal ini diajarkan sebagai suatu kebenaran yang dapat dipastikan secara ilmiah dan membuat si anak menganggap bahwa segala sesuatu yang bertentangan dengannya pastilah tidak benar adanya.
Konflik antara 2 konsep berbeda yang sama-sama diajarkan sebagai kebenaran ini menjadi sedemikian ruwet. Banyak orang berusaha memunculkan gagasan-gagasan yang dapat menjembatani dan menjelaskan bagaimana keduanya sama-sama benar tanpa bertentangan. Akan tetapi, usaha-usaha seperti ini malah memperparah diskriminasi. Yang terjadi adalah semakin banyak konsep yang tidak bisa dibuktikan dan diperkenalkan sebagai fakta dan kebenaran.
Orang-orang yang meyakini kebenaran konsep-konsep tersebut memiliki perasaan yang sangat mendiskriminasi. Mereka menolak menerima apa pun yang bertentangan meski fakta-fakta telah ditunjukkan. Inilah sebabnya, diskriminasi adalah soal rasa, soal ketidakmampuan membuka diri terhadap fakta, bukan perihal perkataan maupun perbuatan.
Ingin tahu selengkapnya? Tambahkan ebook ini ke daftar pustaka digital anda, dengan prosedur berikut:
Setelah transfer (harap angkanya sesuai dengan yang anda baca diatas), konfirmasikan ke Penulis, Irwan Effendi, via WhatsApp . Setelah kami verifikasi, anda akan menerima balasan berupa file ebook tersebut.
Lahir di Padang, 28 Desember 1973. Pernah kuliah jurusan Electronic Electrical Engineering di Sacramento, California, USA. dan saat ini sedang kuliah secara daring jurusan Health Science di University of The People
Berwiraswasta sebagai Konsultan I.T. freelance sejak tahun 1997.